Sabtu, 14 Desember 2013

Mencari Jati Diri yang Hilang

Hari itu,, Ntah apa yang membawaku ke tempat ini. Tempat dimana semua orang berkumpul karena keimanannya. aku berdiri di depan kaca, kuperhatikan penampilanku yang jauh berbeda dari mereka. Balutan jilbab panjang dan gamis besar menutupi aurat, tak sedikit juga yang menggunakan cadar. Sedangkan aku, aku berbalut pakaian seragam, yang jilbabnya tak juga menutupi dada. . Ku hembuskan nafas ku dalam-dalam, dalam hati ku semangati diriku, tak mengapa berbeda, tapi niat kita adalah sama, mencari ilmu yang berguna di dunia dan di akhirat..

Perlahan ku langkahkan kaki menuju ruang besar yang telah menanti, aku tak sendiri di sini, aku bersama beberapa orang temanku. Kami duduk berkelompok, bukan karena tak mau berbaur tapi saat itu memang tak ada yang ku kenal selain temanku. Tak lama acara yg di nanti pun di mulai. Yah sebuah kajian muslim khususnya bagi para pemuda dan pemudi yang haus akan ilmu, yang berada di persimpangan mencari jati dirinya. . "Pemuda di Persimpangan Jalan"

Lokasinya cukup jauh dari tempatku berada, tepat nya berada di kawasan Universitas Indonesia, Salemba, sedangkan aku berada di Cilandak. Tapi tak ku sesali sedikitpun perjalananku hari itu, bahkan hari itu adalah nikmat terbesar yang kurasakan yg akan selalu terkenang sepanjang hidupku. Kami, kaum akhwat berada di lantai 3. kami hanya bisa memperhatikan pengisi acara melalui sebuah layar proyektor. Itu bukan masalah besar, karena niat dan tekad yg kuat membuatku tetap berada nyaman di sana.

Ketiga pembicara hari itu adalah ustadz ustadz yg sudah jelas ilmunya jauh melebihi diriku, karena itu aku berada di sini, mencari ilmu untuk bekal hidupku. Tema yang di angkat tak jauh dari masalah para remaja saat ini, tentang 'Cinta' atau bisa di bilang 'Pacaran'. Semua umat muslim pasti tau, agama kita tak mengenal kata 'Pacaran', tapi gaya hidup dan lingkungan membuat kita melupakan semua. Termasuk aku, saat itu aku telah melanggar perintah Allah, aku berpacaran, seperti anak muda lainnya. Aku beralasan, toh pacarku jauh, aku LDR, dan ketemu pun sangat jarang, jadi aku pikir nggak masalah jika aku pacaran. Tapi tidak seperti yg hari itu aku dapatkan, aku salah.

Mulanya bersama pembicara pertama hati ku tak tersentuh sedikit pun, aku merasa pembicaraan ini biasa saja. Hingga masuk pada pembicara kedua. Ustadz yg hmm aku lupa namanya itu, dia bericara dengan sangat tegas dan lantang, saat itulah aku hanya bisa terdiam, pikiranku melayang ntah kemana. Perlahan setiap kata yg terucap olehnya mulai menusuk hatiku. Ketegasannya yg meyatakan sekecil apapun bentuk 'Pacaran' itu, tetaplah sebuah larangan dan merupakan perbuatan yg mendekati zina, dan tentu saja sangat dilarang oleh Allah SWT. Aku mulai teringat bagaimana Allah selalu ada untuk ku, menjawab doa-doaku dan selalu mengingatku, tapi mengapa tak jarang aku melakukan perbuatan yang jelas sudah dilarang-Nya. Ya Allah ampunilah dosaku... 

Terngiang oleh ku ucapan ustadz itu, bagaimana jika hatimu telah mati? Tak lagi kau tenang mendengar ayat suci-Nya, tapi kau lebih menyukai lagu-lagu modern yg liriknya justru berisi bisikan-bisikan syetan. Ketika kamu tak lagi merasa nyaman ketika berada dalam sebuah majelis, yg kau rasakan hanyah kebosanan, kejenuhan dan tak jarang kau menggurutu. Dan adalah ketika kakimu terlalu berat untuk melakukan shalat malam, bahkan kau membiarkan tidurmu terbalut dalam mimpi-mimpi tiupan syetan. Naudzubillah... 

Terkadang hati yg bebal ini selalu menentang, "ah aku kan pacaran jauh, jadi ga mungkin melakukan zina, ah aku bisa kok menjaga diri, lagian pacar aku kan baik". Namun siapa yg bisa menebak kapan syetan itu akan menjerumuskan kita? siapa yg bisa menebak apa yg akan terjadi di masa depan? Tidak ada yg tau. Sesungguhnya Allah melarang kita karena perbuatan itu tak ada manfaatnya, justru bahaya lah yg menanti kita. Seperti saat ini, begitu banyak gadis-gadis yg hamil di luar nikah, apa yg di dapat? Hanya malu. mungkin awalnya hanya telpon, sms, jabat tangan. Tapi lama kelamaan, syetan itu akan terus menggodamu, pelukan, bercumbu lalu terjadilah perbuatan haram itu.. Sesungguhnya jika kau tak mau menghindarinya, maka nikmat syetan lah yg akan kau terima di dunia ini..

Disitulah ketakutanku datang, yah benar, tak ada yg tau apa yg akan terjadi di masa depan, syetan tak akan berhenti untuk menggoda manusia. Wahai teman-temanku ingatlah, dosa kita tak hanya kita yg menanggungnya, tapi juga kedua orangtua kita sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada Allah atas apa yg telah dititipkan-Nya. Tidakkah kita menyayangi kedua orangtua kita? Orangtua yg telah melahirkan, merawat dan membesarkan kita. Orangtua yg dengan kasih sayangnya selalu memenuhi kebutuhan kita, inikah balasan yg kita beri? Dosa dan neraka, apakah itu hadiah untuk mereka?

Tanpa bisa ku tahan, air mata ini terus menetes, meyesali semuanya.. Teringat akan orangtua yg selalu mengharapkan anaknya bisa tumbuh menjadi anak yg shalehah. Aku pun teringat tentang sebuah kisah, ada seorang bapak-bapak yg berada di surga. Tapi dia bertanya-tanya mengapa dia bisa ada di surga, sedangkan dosanya begitu banyak ketka di dunia. Lalu dia tanyakan hal itu pada Allah. "Wahai Allah, apa yg membuatku ada di dalam surga? Padahal aku telah banyak melakukan perbuatan dosa?" seketika Allah pun langsung menjawabnya "Sesungguhnya karena anakmu yg shaleh, yg tak pernah berhenti meminta kepadaku untuk mengampuni dosamu". Ya Rabb, begitu mulianya hati anak yg shaleh, yg doa-doanya selalu di jabah Allah..

Saat itulah ketakutanku bertambah, bagaimana jika aku bukanlah termasuk anak yg shaleh? Maka doa-doaku tak akan di dengar Allah? Lalu siapa yg nanti mendoakan orangtua ku? Siapa yg nanti akan membawa orangtuaku ke surga? Atau jangan-jangan karena aku, orangtuaku harus menanggung dosa-dosaku? Ya Allah, tak kuasa ku tahan air mata ini, begitu sakit, begitu pedih.. Aku takut Allah akan menutup hatiku, aku takut Allah akan pergi meninggalkan ku, aku takut Allah tak mau lagi mendengar doa-doaku..

Saat itu juga, ku bulatkan tekadku, tak peduli dengan perasaanku, aku tak ingin pacaran.. Aku tak ingin menodai cinta suciku yg hanya untuk Allah semata, dialah sesungguhnya Kekasih hati yg tak boleh kita duakan.. Ku akui, memang tak mudah, begitu banyak godaan saat aku mengambil langkah ini, tapi slalu ku kuatkan hatiku, aku percaya Allah tidak akan tidur, dia selalu ada untukku.. Banyak orang berkomentar, gimana kalo nanti ga ketemu sama jodohnya kalo pacaran? Saat itu aku hanya bisa menjawab, sekalipun kau berpacaran, apakah ada yg menjamin bahwa pacarmu adalah jodohmu? Aku hanya menyerahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa, Dia akan selalu memberi yg terbaik bagi umatnya, aku percaya itu..

Sehari setelah hari itu, aku mulai menyadari perbedaannya. Hatiku saat ini jauh lebih tenang, jauh lebih percaya dan bertawakal atas apa yg Allah inginkan dariku, aku yakin Allah mempunyai rencana indah untukku. Mungkin ini yg orang-orang bilang hidayah, yg kita tak pernah tau kapan dan dimana akan menghampiri kta, dan ketika hidayah itu datang, sungguh kenikmatan dan rahmat lah yg kan kau peroleh, dan jaganlah kamu ingkari dari hidayah tersebut, karena belum tentu hidayah itu akan datang lagi untukmu..

Sekarang aku mengerti, kenapa pacaran itu dilarang. Ternyata setelah ku pahami, dosa pacaran itu tidak hanya datang dari perbuatan kita, tapi juga dari hati dan pikiran kita. Coba kita rasakan, saat kita pacaran, apa yg kita rasakan? Senang? Bahagia? Yah itu permulaan. Tapi ketika masalah mulai bermunculan, ketika kita sering berantem, ketika pacar kita sering marah-marah, apa yg kita rasakan? Sedih? Sakit? Takut Kehilangan? Adakah rasa sedih itu pernah hadir ketika kita melupaka shalat? Adakah rasa sedih itu hadir ketika kita berbuat dosa sekecil apa pun itu? Adakah rasa takut kehilangan itu hadir untuk Allah? Pernahkah kita merasa takut kehilangan Allah? Disitulah dosa kita, tanpa kita sadari, kita lebih mencintai pacar kita daripada Allah, pantaskah kita melakukan itu? Pantaskah kita menduakan-Nya?

Kita mungkin tidak menyadarinya, karena kita terlalu terlena oleh nikmat nya cinta, bahagianya pacaran. Tapi sebelum semua terlalu jauh, bisikkan dalam hatimu, rasakan, apa yg hati kecilmmu ucapkan. Selama ini kita berpikir ketika kita melakukan perbuatan dosa, sekali dua kali selamat, oh Allah masih melindungiku. Sesungguhnya Allah bukanlah melindungi kita, tapi Allah semakin berada jauh dari kita. Hingga Allah menegur kita dengan cobaan besar, apa tunggu saat itu kita baru akan sadar? Lantas jika kita tak mendapat teguran apapun, apakah berati Allah melindungi kita? Tidak. Justru itu berati kita telah jauh dari Allah.

Ini hanya sepenggal cerita anak remaja yg mencari jati dirinya, yang berada di persimpangan, dan mencari jalan kebenaran. Semoga kisah ini bisa bermanfaat bagi kita semua :)

Jumat, 13 Desember 2013

Implementasi Penargetan Inflasi di Indonesia


BAB I

PENDAHULUAN

Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar rupiah. Untuk mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih menerapkan kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian jumlah uang beredar atau yang di kalangan akademisi dikenal sebagai quantity approach. Di dalam kerangka tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base money) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Dengan jumlah uang primer yang terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, yaitu M1 dan M2, diharapkan juga ikut terkendali. Selanjutnya, dengan jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan permintaan agregat akan barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah yang seimbang dengan kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai tukar dapat bergerak stabil.
Dengan menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah diuraikan di atas, Bank Indonesia pada periode awal krisis ekonomi menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas moneter. Upaya pemulihan kestabilan moneter melalui penerapan kebijakan moneter ketat yang dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional. Pertumbuhan uang beredar yang melambat dan suku bunga simpanan di perbankan yang tinggi telah mengurangi peluang dan hasrat masyarakat dalam memegang mata uang asing sehingga tekanan depresiasi rupiah berangsur surut.
Dalam perkembangan selanjutnya, laju inflasi yang sangat rendah dan nilai tukar rupiah yang telah jauh menguat dibandingkan di masa puncak krisis telah memberikan ruang gerak bagi Bank Indonesia untuk memperlonggar kebijakan moneter dan mendorong penurunan suku bunga domestik. Penurunan suku bunga SBI yang cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) dan simpanan perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama. Suku bunga kredit (kredit modal kerja) pun mengalami penurunan meskipun tidak secepat dan sebesar penurunan suku bunga simpanan perbankan. Penurunan laju inflasi, penguatan nilai tukar rupiah, dan penurunan suku bunga membentuk suatu lingkaran yang saling memperkuat (virtuous circle) sehingga membuka peluang bagi pemulihan ekonomi. Tanda-tanda awal kebangkitan ekonomi Indonesia mulai muncul sejak triwulan I 1999 ketika PDB riil dalam triwulan tersebut untuk pertama kalinya sejak 1997 mencatat pertumbuhan triwulanan positif.



Bagi masyarakat secara umum, kestabilan harga merupakan sesuatu yang sangat penting khususnya bagi golongan masyarakat berpendapatan tetap. Inflasi yang tinggi seringkali dikategorikan sebagai musuh masyarakat nomor satu karena dapat menggerogoti daya beli dari pendapatan yang diperoleh masyarakat. Bagi kalangan dunia usaha, inflasi yang tinggi akan sangat menyulitkan kalkulasi perencanaan bisnis dan dengan demikian akan berdampak buruk bagi aktivitas perekonomian dalam jangka panjang. Bagi banyak ekonom, telah terbentuk semacam kesepakatan bahwa inflasi yang tinggi akan berdampak buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Bahkan, penelitian dengan menggunakan panel data dari beberapa negara membuktikan bahwa laju inflasi yang moderat sekalipun dapat berdampak buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi.

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 INFLASI DAN RESPONS TERHADAP NILAI TUKAR
2. 1. 1. Inflasi
            Dalam ilmu ekonomi, inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinyu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinyu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secar terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi memiliki dampak posistif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi yang terjadi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang posistif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan melakukan investasi. Sebaliknya alam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung atau melakukan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh, seorang  pensiunan pegawai negri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 atau 13 tahun kebudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunannya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.



Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang karena untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.  
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dari pada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi meneybabkan naiknya biaya prodduksi hingga pada akhirnya merugikan produsen maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, tidak sanggup mengikuti laju inflasi usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Cara mengatasi inflasi:
1.   pemerintah berusaha menekan inflasi serendah-rendahnya karena inflasi tidak dapat dihapuskan sama sekali.
2.  Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga.
3.  Kebijakan moneter dengan cara bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar sehingga akan terjadi perubahan jumlah uang yang beredar.
4.  Memperkuat Politik diskonto (discount policy), yaitu politik bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikan dan menurunkan tingkat bunga.
5.  Kebijakan Pasar Terbuka (open market policy) yaitu dengan jalam membeli atau menjual surat-surat berharga.
6.   menentukan cash ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan jumlah uang giral (cek.giro dan sebagainya) yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.
7.   Menurunkan cadangan minimum sehingga jumlah uang yang beredar cenderung naik dan sebaliknya jika cadangan minimum dinaikan jumlah uang yang beredar cenderung turun.




2.1.2 Strategi Kebijakan Moneter yang Optimal Salah Satunya dengan Menggunakan Inflation Targeting

            Inflation targeting adalah sebuah kerangka kebijakan moneter yang dicirikan paling tidak oleh tiga hal.  Pertama, kebijakan moneter diarahkan secara eksplisit pada pencapaian  target inflasi yang diumumkan secara eksplisit kepada publik.  Kedua, dalam framework ini, kebijakan moneter dilakukan dengan merespon perkembangan inflasi ke depan (forward looking).  Ketiga, kebijakan moneter dilakukan secara  transaparan dengan akuntabilitas yang terukur. Inflation targeting mendorong peningkatan “good governance” dari sebuah bank sentral, terutama dengan adanya elemen transparansi dan akuntabilitas.
            Inflation targeting yang disertai transparansi memberikan kontribusi yang positif bagi pencapaian stabilitas harga pada khususnya dan perekonomian maupun pasar keuangan pada umumnya. Pertama, dengan keterbukaan dan transparansi menciptakan insentif bagi bank sentral untuk secara berhati-hati menetapkan target inflasi dan mengoptimalkan seluruh upaya dan  respon kebijakan moneter untuk mencapai target tersebut. Kedua, transparansi kebijakan moneter dapat mengurangi volatilitas pasar sehingga mengurangi biaya inflasi pada perekonomian.
            Implikasinya adalah dengan diumumkannya target inflasi kepada publik akan mengurangi ketidakpastian ekspektasi inflasi ke depan.  Ketidakpastian tentang arah kebijakan bank sentral juga seringkali menciptakan volatilitas di pasar keuangan. Biaya ekonomi yang ditimbulkan oleh inflasi seringkali bersumber dari volatilitas atau ketidakpastian inflasi daripada disebabkan oleh tingkat inflasi itu sendiri. Dengan berkurangnya ketidakpastian berarti berkurangnya biaya yang ditimbulkan oleh inflasi. Ketiga, inflation targeting dengan transparansi kebijakan membantu membangun kredibilitas bank sentral dalam kebijakan moneter melalui komitmen pencapaian target inflasi.  Kredibilitas ini sangat diperlukan bagi bank sentral karena mempengaruhi publik dalam membuat ekspektasi inflasi. Pasca IMF, membangun kredibilitas kebijakan moneter ini menjadi lebih penting, mengingat selama ini IMF secara rutin memonitor kebijakan moneter sehingga mendorong kebijakan moneter dilakukan secara disiplin. Dengan diumumkannya target inflasi dan kebijakan moneter yang akan dilakukan, bank sentral terdorong untuk disiplin. Dengan meningkatnya kredibilitas akan mempermudah kebijakan moneter mempengaruhi ekspektasi inflasi sehingga tujuan stabilitas harga lebih mudah dicapai dengan biaya yang lebih murah.



2.1.3 Pengaruh Inflasi Terhadap Nilai Tukar
Pada dasarnya kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan perekonomian, namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak yang buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dibanding dengan harga barang impor. Harga yang lebih mahal menyebabkan turunya daya saing barang domestik di pasar internasional. Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor yang relatif lebih murah. Hal ini berdampak pada turunnya nilai ekspor dan naiknya nilai impor.
Transaksi terhadap barang dan jasa impor membutuhkan konversi mata uang domestik menjadi mata uang asing. Meningkatnya permintaan mata uang asing cenderung melemahkan mata uang domestik. Dengan kata lain, kenaikan harga yang menyebabkan kenaikan tingkat inflasi cenderung menurunkan daya saing dan melemahkan nilai mata uang domestik.
Ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh perubahan inflasi terhadap perubahan kurs.
Pendekatan Pertama:
Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga komoditi, kemudian perubahan harga komoditi ini digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs.
Nilai mata uang dari negara yang mengalami inflasi tinggi atau lebih tinggi dari negara lain akan mengalami depresiasi. Jika tingkat inflasi di Amerika lebih tinggi daripada tingkat inflasi di Inggris, maka Dollar Amerika mengalami depresiasi dan Poundsterking Inggris terapresiasi.
Pendekatan Kedua:
Inflasi diartikan sebagai penurunan nilai mata uang, kemudian perubahan nilai mata uang ini digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs.
Mata uang dari negara yang mengalami inflasi lebih tinggi cenderung mengalami apresiasi. Jika inflasi di Amerika  lebih tinggi daripada di Inggris, maka kurs GBP/USD mengalami penurunan. Pondsterling Inggris mengalami depresiasi sedangkan Dollar Amerika mengalami apresiasi.
Kedua pendekatan di atas memberi hasil yang saling berlawanan. Ketika inflasi diartikan sebagai kenaikan harga komoditi, kemudian harga komoditi digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs, maka mata uang dari negara yang memiliki tingkat inflasi lebih tinggi cenderung mengalami depresiasi. Ketika inflasi diartikan sebagai penurunan nilai mata uang, kemudian nilai mata uang digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs, maka mata uang dari negara yang memikili tingkat inflasi lebih tinggi cenderung mengalami apresiasi.



2.1.4. Teori Purchasing Power Parity 
Pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs mata uang asing dapat dijelaskan dengan teori purchasing power parity  (PPP Theory) atau paritas daya beli. Teori ini diperkenalkan oleh Gustav Cassel setelah Perang Dunia I. Berdasarkan teori PPP relatif dapat diketahui bahwa kurs mata uang akan berubah untuk mempertahankan daya belinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurs mata uang asing mencerminkan perbandingan antara nilai mata uang satu negara dengan negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli dari masing-masing negara.
Teori ini berbunyi sebagai berikut: 

“The price of a good in one country should equal the price of the same good in another country, exchanged at the current rate.” (Luca, 1995) 

Teori ini menyatakan bahwa harga barang di suatu Negara harus sama dengan harga barang serupa di Negara lain sesuai dengan tingkat nilai tukar yang berlaku antarkedua negara tersebut. Teori ini disebut The Law of One Price. Contoh: harga sepotong roti di Amerika Serikat adalah 1 Dolar AS. 

Apabila nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang berlaku saat ini adalah Rp 8.000,00/USD, menurut asumsi The Las of One Price, harga sepotong roti di Indonesia harus Rp 8.000,00. Jadi, di mana pun kita membeli roti, apakah itu di Amerika Serikat atau di Indonesia, harganya adalah sama, sesuai dengan perbandingan tingkat nilai tukar yang berlaku antarkedua Negara tersebut. 

Ada beberapa kelemahan dari “hukum satu harga”,yaitu :
  1. Biaya transportasi, hambatan perdagangan, dan biaya transaksi lainnya, bisa menjadi signifikan.
  2. Harus ada pasar yang kompetitif untuk barang dan jasa di kedua negara.
  3. Hukum satu harga hanya berlaku untuk barang yang diperjual-belikan; barang tidak bergerak seperti rumah, dan banyak layanan yang bersifat lokal, tidak dapat diperdagangkan antar negara.


2.2 KOORDINASI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM PENARGETAN INFLASI
2. 2. 1 Koordinasi
Mengingat bahwa laju inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan (demand pull) namun juga faktor penawaran (cost push), maka agar pencapaian sasaran inflasi dapat dilakukan dengan efektif, kerjasaama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi sangatlah diperlukan. Sehubungan dengan hal tersebut, di tingkat pengambil kebijakan, Bank Indonesia dan Pemerintah secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan ekonomi terkini. Di sisi lain, Bank Indonesia juga kerap diundang dalam Rapat Kabinet yang dipimpin oleh Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap perkembangan makroekonomi dan moneter terkait dengan pencapaian sasaran inflasi. Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter juga dilakukan dalam penyusunan bersama Asumsi Makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibahas bersama di DPR. Selain itu, Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam melakukan pengelolaan Utang Negara.
Di tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.





Menyadari pentingnya peran koordinasi dalam rangka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, Pemerintah dan Bank Indonesia membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di level pusat sejak tahun 2005. Penguatan koordinasi kemudian dilanjutkan dengan membentuk Tim Pengendalian Inflasi di level daerah (TPID) pada tahun 2008. Selanjutnya, untuk menjembatani tugas dan peran TPI di level pusat dan TPID di daerah, maka pada Juli 2011 terbentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID yang diharapkan dapat menjadi katalisator yang dapat memperkuat efektivitas peran TPID. Keanggotaan Pokjanas TPID adalah Bank Indonesia, Kemenko Perekonomian dan Kemendagri.


2.1.3 Transparansi
Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Komunikasi tersebut juga sebagai bagian dari akuntabilitas kebijakan moneter dan berperan dalam membantu pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi ke depan. Melalui komunikasi, Bank Indonesia mengajak masyarakat untuk memandang dan membentuk tingkat inflasi ke depan sebagaimana yang diitetapkan dalam sasaran yang diumumkan. Oleh karenanya, komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan terus menerus memuat pengumuman dan penjelasan tentang sasaran inflasi ke depan, analisis Bank Indonesia terhadap perekonomian, kerangka kerja, dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG), serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dalam bentuk siaran pers, konferensi pers setelah Rapat Dewan Gubernur, publikasi Tinjauan/Laporan Kebijakan Moneter yang memuat latar belakang pengambilan keputusan,  maupun penjelasan langsung kepada masyarakat luas, media massa, pelaku ekonomi, analis pasar dan akademisi.

Inflation targeting yang disertai transparansi memberikan kontribusi yang positif bagi pencapaian stabilitas harga pada khususnya dan perekonomian maupun pasar keuangan pada umumnya. Pertama, dengan keterbukaan dan transparansi menciptakan insentif bagi bank sentral untuk secara berhati-hati menetapkan target inflasi dan mengoptimalkan seluruh upaya dan  respon kebijakan moneter untuk mencapai target tersebut. Kedua, transparansi kebijakan moneter dapat mengurangi volatilitas pasar sehingga mengurangi biaya inflasi pada perekonomian.
            Implikasinya adalah dengan diumumkannya target inflasi kepada publik akan mengurangi ketidakpastian ekspektasi inflasi ke depan.  Ketidakpastian tentang arah kebijakan bank sentral juga seringkali menciptakan volatilitas di pasar keuangan. Biaya ekonomi yang ditimbulkan oleh inflasi seringkali bersumber dari volatilitas atau ketidakpastian inflasi daripada disebabkan oleh tingkat inflasi itu sendiri. Dengan berkurangnya ketidakpastian berarti berkurangnya biaya yang ditimbulkan oleh inflasi. Ketiga, inflation targeting dengan transparansi kebijakan membantu membangun kredibilitas bank sentral dalam kebijakan moneter melalui komitmen pencapaian target inflasi. 

Media komunikasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia dalam bentuk publikasi :

  1. Tinjauan Kebijakan Moneter
  2. Laporan Perekonomi Indonesia
Laporan perekomomian Indonesia merupakan bentuk laporan pelaksanaan Tugas dan Wewenangnya Bank Indonesia yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah pada setiap tahun merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI sebagaimana telah diubah dengan UU no.3 Tahun 2004. Laporan ini merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang BI yang bertujuan mengevaluasi perkembangan ekonomi dan keuangan Indonesia.
  1. Laporan Triwulanan DPR RI
  2. Siaran Pers Kebijakan Moneter (link BI Rate)

2. 2. 4 Akuntabilitas

Bank Indonesia secara reguler menyampaikan pertanggung-jawaban pelaksanaan kebijakan moneter kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk akuntabilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas pelaksanaan Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat. 

BAB III

KESIMPULAN

-          Pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs mata uang asing dapat dijelaskan dengan teori purchasing power parity  (PPP Theory) atau paritas daya beli. Teori ini diperkenalkan oleh Gustav Cassel setelah Perang Dunia I. Berdasarkan teori PPP relatif dapat diketahui bahwa kurs mata uang akan berubah untuk mempertahankan daya belinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurs mata uang asing mencerminkan perbandingan antara nilai mata uang satu negara dengan negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli dari masing-masing negara.

-          Ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh perubahan inflasi terhadap perubahan kurs :

1.      Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga komoditi, kemudian perubahan harga komoditi ini digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs.
Nilai mata uang dari negara yang mengalami inflasi tinggi atau lebih tinggi dari negara lain akan mengalami depresiasi. Jika tingkat inflasi di Amerika lebih tinggi daripada tingkat inflasi di Inggris, maka Dollar Amerika mengalami depresiasi dan Poundsterking Inggris terapresiasi.
2.      Inflasi diartikan sebagai penurunan nilai mata uang, kemudian perubahan nilai mata uang ini digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs.
Mata uang dari negara yang mengalami inflasi lebih tinggi cenderung mengalami apresiasi. Jika inflasi di Amerika  lebih tinggi daripada di Inggris, maka kurs GBP/USD mengalami penurunan. Pondsterling Inggris mengalami depresiasi sedangkan Dollar Amerika mengalami apresiasi.
-          Kedua pendekatan di atas memberi hasil yang saling berlawanan. Ketika inflasi diartikan sebagai kenaikan harga komoditi, kemudian harga komoditi digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs, maka mata uang dari negara yang memiliki tingkat inflasi lebih tinggi cenderung mengalami depresiasi. Ketika inflasi diartikan sebagai penurunan nilai mata uang, kemudian nilai mata uang digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs, maka mata uang dari negara yang memikili tingkat inflasi lebih tinggi cenderung mengalami apresiasi.



-          Koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

-          Transparansi dan akuntabilitas. Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas pelaksanaan Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi. Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat.



DAFTAR PUSAKA

Inflation Stabilization and Welfare. Vol. 2 [2002], No. 1, Article 1
Jochem, Axel.1999.Monetary Stabilization in Countries in Transtition. IAER:February 1999 Vol.5 No.1
Nessen, Marianne and Ulf Soderstrom.2001. Core Inflation and Monetary Policy. International Finance 4:3, 2001: pp. 401–439
Nolan, Charles.2002.Monetary Stabilitation Policy in a Monetary Union:Some Simple Analytics.Scottish Journal of Polytical Economy Vol.49 No.2 Mei 2002
Warjiyo, Perry.2004.Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta. PPSK Bank Indonesia
Wikipedia. Kebijakan Moneter. Online [accessed on Mei 2010]. http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter